DIA bergelar profesor ketika kami sama-sama bersekolah di SMA Negeri Padangpanjang 1988-1991, mungkin karena ia berkaca mata tebal yang menandakannya orang pintar.. Ia jago gitar. Kami selalu terhibur bila mendapatinya tengah bergumul dengan gitar. Lagu-lagu Iwan Fals mendapat porsi paling banyak lewat petikannya.
Sejak setahun lalu, kami bertemu kembali lewat fesbuk. Hori Son, namanya. Tapi sekarang Sang Profesor sudah sangat alim, terbukti dari status fesbuknya yang yang "sholeh". Tampaknya ia tengah menikmati tasawuf. Entahlah. Tapi yang jelas, statusnya selalu inspiratif dengan metode menggugat diri sendiri. Ia tak mencikaraui orang lain.
Misalnya ia menulis status begini:
Hori Son: Susah utk berlapang dada dan tersenyum manis, ketika "kata2 mutiara" yg biasa kita lontarkan, tiba2 saja tanpa basa basi datang mengetuk pintu rumah 'realita' kita...
Memang... Seberat2 mata memandang, ternyata lebih berat dirasa oleh bahu yg memikul.. Haha..
Hori Son: Salah satu sarana paling oke yg pernah diluncurkan Tuhan utk mengkudeta EGO -aktor utama keterikatan hati kpd selain Allah- dari tahtanya, adalah kepahitan & kekacauan hidup. Tapi, mungkin krn adanya kesalahan teknis dlm memberikan respons. RIDHO yg Dipinta-Nya, tapi PROTES yg diberikan. Bukannya turun.. Paduka EGO smakin gemuk dan kokoh krn mendapat suplai energi baru.. Maka, smakin jauhlah 'jalan' yg hrs ditempuh..
Masih banyak lagi.
Atau berbagai catatannya, seperti Yuk Mari yang sangat menyentuh.Kalau tertarik berbagi inspirasi dengan Sang Profesor, saya rekomendasikan sahabat saya Hori Son sebagai sahabat baru Anda.(*)
Jakarta Nov 2009