Memacu Pariwisata Sumbar

0



Oleh : AZIZUL MENDRA


 Sedih memang iya, tapi saya tidak begitu kaget ketika membaca berita di media ini dengan tajuk “Mencari Jalan Tol untuk Tol Sumbar-Riau” (Haluan, Kamis, 11 Oktober). Begini kutipannya, “Konsor­sium Konsultan PT Jasa Marga menilai keuntungan yang diperolehnya dari jalan tol ini, masih minim. Mereka minta Pemprov Sumbar ikut sebagai pemegang sahamnya, sementara hal itu tidak dapat dilakukan.”

 Menurut kajian mereka yang telah dilakukan oleh pihak konsultan disimpulkan bahwa data perjalanan dari ruas jalan Padang Bypass menuju Sicincin kelayakan ekonominya hanya dengan IRR 11,75 persen, sementara Jasa Marga menghendaki kela­yakan ekonomi IRR itu 14 persen agar diperoleh keun­tungan.

Dengan kondisi ini terdapat delta 3 persen. Di saat semangat untuk membangun infrastruktur di Sumbar lebih baik dalam memacu investasi yang masuk agar lebih besar, tentu saja hasil kajian ini tidak seperti yang kita harapkan.

Namun, sebenarnya kita tidak perlu kaget membaca hasil kajian ini karena realitanya memang untuk saat ini nilai keeko­nomian jalan tol di Sumbar belum memenuhi standar layak untuk dibiayai. Saya pikir, hal itu karena asumsi pertumbuhan ekonomi Sumbar yang digunakan tim penilai masih angka yang biasa-biasa saja atau seperti realita hari ini.

Dengan kata lain, asumsi yang digunakan oleh tim penilai dengan cata­tan tidak ada pencapaian yang luar biasa ketika Gubernur Irwan Prayitno atau siapapun yang menjabat menjadi Guber­nur pada masa setelah di bangunnya jalan tol. Saya yang sebagai bagian dari tim dan pemilik perusa­haan konsultan perencanaan bidang Arsitektur Lanskap dan Urban Design, tentu saya dan tim bisa saja melakukan kajian yang serupa namun belum melakukan kajian tersebut karena menurut saya bila dilakukan dengan prose­dur dan meto­dologinya sama, tentu tidak akan jauh berbeda data ana­lisis yang akan kami sampai­kan terhadap studi kelayakan Jalan toll itu.

 Tulisan ini bukan tentang mengkritisi hasil kajian dari pihak konsultan Jasa Marga tersebut, namun lebih kepada memberi dorongan kepada pemerintah untuk mampu mendukung dan meyakinkan pihak pelaksana proyek agar tetap menjalankan proyek ini. Sejatinya, saya percaya bahwa Irwan Prayitno sebagai guber­nur telah melakukan peru­bahan, namun untuk sebuah ekspektasi yang besar terha­dap kemajuan Sumbar lebih baik lagi tentu hasilnya be­lum seperti yang kita ha­rapkan.

 Untuk itu, kami mengi­ngatkan bahwa mega proyek jalan tol ini sangatlah penting bukan untuk hari ini, tapi untuk masa depan perkem­bangan pariwisata dan inves­tasi di Sumatera Barat. Ren­dahnya fasilitas infrastruktur mungkin sudah rahasia umum dan jamak terjadi di daerah lainnya juga demikian. Na­mun, mengapa daerah-daerah lain tetap bisa mendatangkan investor ?

Karena pemerintah mereka berhasil menjamin dan meyakinkan bahwa proyek dan investasi yang ditanamkan di daerahnya dapat mengun­tungkan dikemudian hari. Saya yakin bahwa kajian kelayakan yang telah dila­kukan dengan asumsi tidak ada gebrakan yang luar biasa oleh Gubernur dan jajarannya. Nah, inilah tantangan stake­holder yang ada untuk mela­kukan gebrakan yang luar biasa atau hari ini sering dikenal dengan istilah busi­ness not as usual.

Untuk mencapai pertumbuhan eko­nomi dan investasi yang luar biasa, maka diperlukan pula rencana, upaya, dan tim yang luar biasa. Tidak ada sesuatu yang luar biasa dicapai de­ngan upaya yang biasa. Jadi, meyakinkan investor jalan tol itu harus dengan gagasan dan semangat seperti ini saya pikir. Pemerintah harus siap dengan proyek selanjutnya yang ditawarkan kepada in­ves­tor lain ketika proyek jalan tol telah ada. Misalnya, bebe­rapa kawasan resort dan wisata baru yang diberikan kepada investor pada jalur yang dilintasi jalan tol adalah langkah taktis untuk meya­kinkan investor jalan tol agar tetap melaksanakan proyek mereka sehingga pertumbuhan ekonomi dapat lebih tinggi dari apa yang di asumsikan semula.

  Pariwisata Hari Ini

 Bayangkaan saja bagai­mana mungkin Buktinggi atau daerah wisata lainnya di Sumbar menjadi layak untuk dikunjungi sementara jalan menuju ke sana butuh waktu ekstra di akhir pekan atau ketika terjadi bencana alam maka tidak ada jalan alternatif lain yang dapat diakses dengan waktu tempuh yang relative sama?

Infra­struktur jalan yang ada seka­rang masih sama dengan puluhan tahun yang lalu. Jalur lintasan jalan yang dibangun hari ini tidak ada penam­bahan rute yang berarti. Untuk dipahami kembali, wisatawan memiliki waktu yang terbatas ketika berwi­sata. Mereka biasanya datang ke Indonesia dalam kunjungan 3 hari 2 malam dengan agenda yang sudah terjadwal.

Bagai­mana mungkin bila mereka bisa menikmati wisata dan keindahan dengan baik bila waktu tempuh di jalan lebih lama daripada di tempat wisata itu sendiri? Akhirnya, tidak semua agenda berjalan dengan baik. Mereka kecewa. Kemudian, tidak ada promosi yang positif terhadap pari­wisata kita kepada pihak lainnya atau tidak ada yang memberikan referensi kepada pihak lain dari orang-orang yang telah berkunjung. Masalah lemahnya infra­struktur boleh saja.

Namun, untuk infrastruktur dasar seperti jalan, jaringan teleko­munikasi (termasuk internet) dan kapasitas hotel harus memadai dan layak. Standar layak memang subjektif, tapi standar minimal yang dise­pakati oleh siapapun untuk layak itu adalah perihal kebersihan.

 Di lain sisi, ada peluang yang menarik ketika pulau Bali hari ini tidak sama lagi seperti pulau bali sebelum enam tahun silam. Ketika itu saya ke sana tidak begitu macet, bising, dan masih nyaman untuk dikunjungi. Bagi yang sudah seringkali ke Bali rasanya akan merasa bosan bukan karena alamnya yang tidak indah lagi, tapi karena standar kenyaman yang diharapkan sudah tidak seperti dulu.

 Hal itu terjadi karena perkembangan pariwisata Bali lebih cepat daripada kesiapan pemerintahnya mengantisipasi kesiapan infrastruktur dengan yang lebih memadai misalnya pada perihal masalah tran­sportasi. Akhirnya, beberapa wisatawan mengalihkan kun­ju­ngan utama wisata mereka ke Lombok, Jogja, dan Surabaya.

 Pelimpahan wisatawan itulah yang kita harapkan dapat meningkatkan kunju­ngan pariwisata Sumbar. Jumlah kunjungan wisatawan luar negeri ke Sumbar hari ini sangatlah kecil untuk sebuah kota tujuan wisata yang memiliki bandara inter­nasional. Jumlah wisatawan yang datang ke Sumbar menu­rut data terakhir BPS melalui BIM dan Teluk Bayur selama Agustus 2012 hanya mencapai 2.356 orang dan ironisnya angka itu mengalami penu­runan 12,81 persen dibanding jumlah wisman Juli yang tercatat 2.702 orang.

 Hari ini, kita memang memiliki bandara Interna­sional dengan tujuan dari dan ke bandara Internasional lainnya di luar negeri yang sudah diakomodasi oleh mas­kapai sebagai mitra penyedia sarana. Lantas, apakah rea­lita hari ini bandara interna­sional yang ada untuk memu­dahkan warga lokal untuk keluar negeri atau memu­dahkan wisatawan asing ke dalam negeri?

 Kemudian pertanyaan lain yang muncul mengapa kewaji­ban dari para pelaku industri pariwisata di Sumbar tidak bergerak melakukan tugas mereka untuk mening­katkan wisatawan yang da­tang?

Tahukah mereka bahwa negara tetangga telah meman­faatkan dengan baik karena murahnya tariff penerbangan antar bangsa untuk wisman sebagai peluang yang poten­sial?

Artinya, segmen wisman yang selama ini dengan karak­teristik low budget sudah bisa difasilitasi oleh tiket promo dari perusahaan penerbangan. Tapi, sepertinya yang menjadi kendala wisman di Indonesia tidak diantisipasi dengan baik oleh pelaku industri pari­wisata.

 Lantas yang menjadi tanda tanya besar apa tugas­nya pelaku industri wisata yang ada di Sumbar hari ini? Apakah cuma menjual tiket paket tour luar negeri? Apakah cukup sebagai agen dari pelaku wisata luar negeri saja?

 Mari berpikir cara men­datangkan wisman ke dalam negeri, bukan untuk memfa­silitasi wisman ke luar negeri saja. Itu sejatinya tugas pelaku industri wisawata dalam negeri hari ini, khu­sunya Sumbar. Industri pari­wisata adalah industri yang tidak padat modal tapi dapat menghasilkan dampak yang luar biasa. Bila masih mau bukti, boleh tanya kepada pelaku pariwisata di Bali ketika Bom bali menghan­curkan pariwisata mereka. Selamat bekerja (keras)! (Harian Haluan Padang).
Tags

Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)