SUMPAH ASAP

0

/Oce Satria

Baiklah,
kutakik jugalah pohon kata-kata di awal malam ini.
Jikalau sengau kau dengar,
biarkan saja ia menasbihkan diri sebagai puisi.
Jikalau pukau sampai di hatimu
perdengarkanlah pada hati yang lain, 
yang papa karena nasib tak memagutnya.

Asap ini tak melimbubu,
tapi terjangannya melibas simpul-simpul syaraf,
meliangkan lahat di pojok terdalam paru-paru,
menyumbat lorong nafas kami
yang sudah berabad-abad berdaki asap.

Hari-hari ini wakil rakyat kami sedang berpesta
usai disumpah menjadi marapulai dan anak daro demokrasi,
tapi kami tak banyak harap.

 (bahkan, tahukah engkau, kemarin aku dikirimi berita: seorang aleg dari partai anu di Riau berpesta semalam suntuk merayakan pelantikannya. Tapi karena aku tak boleh beropini, kutulis saja apa adanya, Aku mengutuknya sambil menahan kentut...!!!)

Sudah berpulun rayu hingga lenguhan
kami kirimkan pada para paduka pemilik kuasa,
Sudah berbuih kecam dan makian
kami lemparkan ke meja tuan ini dan tuan itu.

Mereka bersipekak benak,
Seolah kami ini hanya kumpulan tomat-tomat busuk
di pasar-pasar kumuh,
mereka tinggal mengirim kami
ke tempat pembuangan sampah akhir.

Begitulah adanya, begitulah nyatanya.

Kami terkapar
Kami terbiar

Aku bukan pemilik kata,
ia mengalir begitu saja,
engkau suka atau tak suka,
bagiku itu ranah otoritas absolutmu.
Aku bukan penyair,
dan aku tdk sedang berdeklamasi.


Pekanbaru 12 September 2019
Tags

Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)