Debar Mudik (1)

0



Perjalanan jauh paling mengesankan, tentu saja minus H sekian lebaran. 

Sehari sebelum Ramadan tiket sudah dikantongi. Tuslahz pasti. Tapi waktu bujangan, harga no problem aja. 

Bus mudik, kalau nggak ANS, ya ALS. Sebagai bujangan dan perokok kelas bantam junior, saya pilih bangku belakang. Ada kernet yang bisa diajak maota lamak sambil merokok dan ngopi.

O ya. Jaman bujangan belum ada android. HP waktu itu masih Siemen 45 kuning. Hanya bisa ringtone, SMS dan game ular, yang kalau kita ele, ekor kita bakal dicotok okeh mulut ular. Ekornya sendiri, padahal 😁

Debar pulang mudik itu lain pula seronya. Berdampung2 dada. Sejak dari berkemas2 di rumah, sampai tiba di terminal Rawamangun hingga berjam-jam merambati daratan Banten, Merak-Bakauheni hingga Rumah Makan paling kesohor di perbatasan Sumbar - Jambi: GUNUNG MEDAN.

Sepanjang perjalanan itu tak banyak yang bisa lakukan dengan Siemen. Coba kalau android sudah ada waktu itu, plus medsos, mayan bisa membunuh bosan. Karena itu dua minggu jelang mudik saya selalu berburu buku2 bekas di pasar loak Jatinegara dan Pasar Senen. Bukunya bagus2, harganya paling banter 25 ribuan.

Tak lupa saya selalu pegang diary. Sekadar mencatat apa yang terlintas di mata, telinga, dan pikiran. Ada bebrp puisi atau artikel asal jadi.

Debar  pulang mudik akan makin bergemuruh saat bus kian jauh meninggalkan ujung selatan Sumatera. Debar bertemu keluarga: amak, apak dan saudara.

Ah, iya, debar berjumpa dara manis berjilbab coklat itu..... Mereka2 rencana....apa kan kita buat bila ada perjumpaan.....


(*nyambung)
Tags

Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)